Ibuguruumi

Umi Kulsum, S.Pd. Saat ini mengajar di SMKN 1 Jombang, mengampu Bahasa Inggris. Mendirikan SDIT Al Ummah bersama tim tahun 2000. Mendirikan PAUD di rumahnya sej...

Selengkapnya
Navigasi Web
GOMBALKU DAN GOMBALNYA (bagian 1)

GOMBALKU DAN GOMBALNYA (bagian 1)

Kami sudah menikah 20 tahun enam bulan. Saya yang heboh, ekspresif, centil, ngambekan, ketemu dengan Mas Budi yang pendiam, cool, sabar, penyayang, suka menabung, hemat, cermat dan bersahaja. Menikah tanpa pacaran, berdiri berdekatan pertama adalah saat penyerahan mahar. Lalu foto bersama. Tentu dengan pose malu-malu mau. Bhahaha.

Mas Budi terkejut mendapati keluarga saya yang periang, dan suka bercerita. Kami delapan bersaudara, perempuan semua. Konferensi bisa di mana saja. Di meja makan, di ruang tengah, di teras, di kamar. Macam-macam yang diceritakan.

“Ramai sekali,” bisik Mas Budi di pekan pertama menikah.

Sebaliknya, keluarga Mas Budi rata-rata pendiam. Sehari setelah menikah, kami menginap di rumah Bapak dan Ibu. Kami berempat duduk di teras rumah yang luas, menghadap jalan. Selama lebih dari setengah jam, saya hanya duduk diam. Karena semua juga diam. Memandang jalan, nyaris tanpa berkata apa-apa. Sesekali ada yang lewat dan menyapa Bapak dan Ibu, barulah ada suara. Saya merasa seperti sedang menghitung angkot yang lewat. Anteng, duduk manis Heningnya mengingatkan salah satu acara upacara: mengheningkan cipta, mulai!

Jiwa bawel saya mendesak-desak minta dibebaskan. Oh, tidak begitu, Ferguso! Ini hari pertama, jaim dululah sebentar. Nah, sampai pada detik Mas Budi perlu ke kamar, saya membuntuti di belakangnya.

“Eh, eh, itu memang biasa begitu?” Saya memberanikan diri bertanya.

“Kenapa?”

“Duduk diam gak bicara apa-apa? Kok betah?”

Mas Budi tertawa sambil mengelus kepala saya.

“Kok bisa?” Saya masih penasaran. Mas Budi tidak menjawab apa-apa. Ya, ya, baiklah. Setelah itu saya membiasakan diri. Menjadi manis, pendiam, dan anteng saat berkumpul keluarga besarnya.

Keluarga saya juga tak kalah heran dengan Mas Budi.

“Bapak bingung kalau sama Budi, gak ada suaranya,” kata Bapak pada salah satu Teteh. Bapak baru menghadapi satu orang pendiam, lha saya menghadapi banyak orang pendiam.

Dalam hal ekspresi, Mas Budi datar saja. Berbeda dengan saya yang serupa bola bekel. Bercerita bisa panjang lebar, dari ini hingga itu. Begini sampai begitu. Mas Budi mendengarkan saja, mengangguk-angguk. Kadang saya bercerita dari a sampai z, tak ada respon. Begitu diintip, matanya sudah terpejam. Beuh, serasa menjadi tukang dongeng pengantar tidur saja!

Jadi, mana bagian gombalku dan gombalnya? Stay tune, I’ll be back!

Menulis agar lebih bahagia

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bha. .Ha. Ha. Miriip beud eh dg model paksuku Bu. Go a head .

04 Jul
Balas

Itulah yang di sebut pasangan serasi. Saling menutupi dan melengkapi. Salam kenal. Salam literasi.

04 Jul
Balas



search

New Post